Sosial Politik

Derita Seorang Ibu Miliki Anak Disabilitas Jadi Korban Pemerkosaan, Tetapi Sulit Dapatkan Keadilan

Asmawati Budia (42), tidak bisa menahan kesedihannya siang itu. Perasaanya campur aduk antara gusar, marah bercampur bingung. Sudah hampir empat bulan ia berjuang seorang diri, dibantu suaminya bolak-balik dari kampungnya ke Ibu Kota Kabupaten Morowali demi mencari keadilan.

Anaknya R (22) gadis disabilitas penderita Tunagrahita atau keterbelakangan mental menjadi korban pemerkosaan yang diduga dilakukan seorang kakek yang tinggal tak jauh dari tempat tinggalnya di kampung. Perih hati Asmawati ketika tahu anaknya diperkosa oleh seseorang yang ia sendiri tidak pernah membayangkan akan sebejat itu.

“Anakku diperkosa saat haid,”ungkap Asmawati yang sudah tidak ragu lagi mengungkap tindakan pemerkosaan yang terjadi kepada anaknya, Senin (7/3/2022).

Diceritakan Asmawati, berdasarkan pengakuan R kepadanya bahwa kejadian pemerkosaan itu dilakukan bukan hanya sekali. Tapi sudah tiga kali. Di depan ibunya, R mengaku bagian tubuh sensitifnya dipegang dan diremas-remas oleh pelaku lalu disetubuhi. Namun sebelum itu, R terlebih dahulu ditawari satu bungkus mi instan. Sedangkan, R, gadis disabilitas penderita Tunagrahita tersebut dengan polosnya mengikuti ajakan pelaku.

“Anakku cerita bagaimana kronologi laki-laki itu memperkosanya. Bahkan anak saya R masih ingat dengan jelas bagian tubuh mana yang disentuh. Bahkan, ia bisa memperagakan bagaimana adegan pemerkosaan itu terjadi kepadanya,”ungkap Asmawati menahan ketegarannya.

R memang masih sangat polos. Di usianya yang sudah beranjak 22 tahun, justru kecerdasaran intelektualnya di bawah rata-rata. Kecerdasakan intelektual R persis seperti anak usia di bawah tiga tahun. Sebab jika dibandingkan dengan adik R sendiri yang masih berusia tiga tahun lebih dan menjadi pelaku awal terkuaknya kejadian itu, justru lebih cepat paham apa yang terjadi pada R. Sedangkan R diam saja.

“Nanti setelah anak saya umur tiga tahun melaporkan sendiri kepada saya, tentang perlakuan kakek itu kepada kakaknya baru semuanya terungkap,”ceritanya lagi.

Daya ingat anaknya yang masih tiga tahun lebih itu, cukup jelas menangkap bagaimana adegan demi adegan yang ia lihat dan siapa pelakunya. Ia juga dengan fasih menceritakan apa saja yang menimpa R. Berbeda dengan R, membutuhkan waktu untuk berbicara begitu juga mengingat setiap kejadian.

“Anakku yang masih kecil langsung datang melapor ke saya. Mama…mama…nenek (kakek) itu dia pegang-pegang R kemudian dia dorong ke kasurnya dan memperagakan adegan pemerkosaan itu di hadapan saya,”cerita lagi Asmawati.

Atas pengakuan anaknya tersebut, ia lalu menanyakan langsung ke R. Dan kagetnya ia, R mengakui tindakan pemerkosaan itu. Seketika semua cerita seputar fakta terjadinya pemerkosaan itu baru kembali teringat. Sekitar seminggu sebelum kejadian, anaknya yang berumur seusia anak Sekolah Dasar (SD), datang mengadu kepadanya sepulang bermain bersama teman-temannya.

“Ma, nenek Ari (bukan nama sebenarnya) perkosa kakak R. Nila /keponakan nenek Ari (bukan nama sebenarnya) punya videonya. Dia intip mereka dan dia video. Tapi sudah dihapus,”cerita Asmawati menirukan gaya anak bicara.

Mendengar perkataan anaknya itu, Asmawati tidak langsung bereaksi. Ia mengindahkan cerita anaknya tersebut. Ia pikir itu tidak mungkin terjadi. Dan segera melupakan cerita anaknya tadi. Nanti setelah ia mendengar cerita berikutnya dari anaknya yang paling kecil, ia mulai curiga. Jangan-jangan cerita yang sudah ia dengar sebelumnya betul.

Secara naluri, beberapa waktu sebelum itu, ia memang sempat merasa aneh setelah pernah memergoki keduanya, pelaku dan anaknya R baru saja keluar bersamaan dari rumah pelaku. Tetapi saat ditanya mereka darimana, pelaku segera menjawab dari rumah keluarga.

Untuk memastikan pemerkosaan tersebut, Asmawati lalu membawa anaknya R ke Puskesmas terdekat untuk mengecek vagina R. Apakah benar telah terjadi kerusakan atau tidak. Dan hasilnya, bidan yang memeriksanya mengakui bahwa kemaluan anaknya sudah lecet.

“Bidan bilang, eeee…anakmu ini sudah dipakai,”ungkapnya.

Atas bukti tersebut, Asmawati meminta pihak desa untuk mempertemukannya dengan pelaku. Tapi saat pertemuan, pelaku masih mengelak bahwa dia tidak pernah melakukan itu.  Sementara anak pelaku meminta untuk jalur damai. Sayangnya, Asmawati sudah cukup sakit hati. Bagi dia, kejadian tersebut sama dengan merusak harga dirinya sebagai orangtua.

“Harga diri ini tidak bisa dibeli,”tandas Asmawati pada suatu hari.

Maka, ia melanjutkan laporannya di kepolisian setempat. Lalu tidak menunggu lama, ia segera menuju Kota Bungku Tengah menggunakan transportasi kapal laut untuk melaporkan tindakan pelaku ke Polres Morowali. Namun, setelah berjalannya waktu, ia mulai merasa aneh, laporannya sudah masuk, tapi pelaku tidak segera ditangkap.

Hari demi hari menunggu kejelasan kasus anaknya, Asmawati makin frustasi. Ia membuat sendiri video pengakuan anaknya yang ia rekam dengan kamera hanphone-nya. Jumlahnya cukup banyak. Dalam video tersebut, Asmawati seakan ingin menunjukan bahwa anaknya bisa bicara, jujur atas pengakuannya.

Saat ini, sudah hampir empat bulan berjalan, kasus dugaan permerkosaan R juga belum ada titik terang. Kepada Prolifik.id, Kabag Ops Polres Morowali, KOMPOL Awaludin Rahman mengaku pihaknya masih sulit mengungkap kasus pemerkosaan itu. Bagi mereka bukti pengakuan R dan hasil visum belum cukup kuat. Kendati demikian, pihaknya tetap akan memproses kasus itu.

“Perlu ada tambahan saksi lainnya,”kata Awal.

Sementara itu, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Morowali , Asri Parimalang saat mendengar ada tindakan pemerkosaan dan yang menjadi korban adalah gadis penderita disabilitas, ia mengaku sedih dan sangat menyesalkannya.

Sebagai guru SLB yang sudah bertahun-tahun mengurusi anak berkebutuhan khusus, ia tahu benar bagaimana seharusnya penderita disabilitas itu diperlakukan, khususnya saat harus berhadapan dengan hukum.

“Sebagaimana Negara yang memperlakukan mereka (disabilitas) secara luar biasa, begitu juga seharusnya yang kita lakukan kepada mereka. Mereka ini bukan orang normal seperti kita-kita. Maka sebaiknya perlu ada penanganan khusus untuk penderita disabilitas tersebut,”jelasnya.

Dan bagi dia, disabilitas harus dilindungi. Karena umumnya penderita disabilitas rentan terhadap kekerasan baik fisik ataupun seksual. ***

Hits: 78

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button