Ritual Pamalupaan, Tradisi Warga Sombori Mencari Keselamatan Kampung
"Dari ritual tersebut, kita dapat belajar dan mengetahui laut bukan hanya ruang publik wisata. Tapi laut juga ruang publik kebudayaan di mana jutaan tradisi dan mitos hadir,"
PROLIFIK.ID – Warga di Kawasan Konservasi dan Wisata Sombori, Desa Mbokita, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah sejak dulu telah mengenal ritual Pamalupaan.
Tradisi itu digelar untuk memohon izin kepada Tuhan, sebagai penguasa lautan, agar aktivitas yang dilakukan warga setempat mendapat berkah dari Tuhan penguasa alam.
Ritual itu sering dilaksanakan pada saat warga kampung akan menggelar pesta. Ritual yang dilakukan terdiri dari dua jenis yakni ritual yang diperuntukan bagi acara kecil yang tidak melibatkan banyak orang dan acara besar yang menghadirkan lebih banyak orang.
Beberapa persiapan yang harus disiapkan dalam ritual tersebut, seperti beras, daun sirih dan lainnya. Daun sirih terkadang dibutuhkan untuk dilarung di lautan. Namun, biasanya, warga setempat memilih menyembelih hewan laut kemudian seperti daun sirih, hewan itu dilarung di lautan bersama upacara adat.
Makna dari ritual melarung hasil laut tersebut, menurut Pegiat Seni Kabupaten Morowali sekaligus Pendamping Pengembangan Kebudayaan Desa, Alaudin, Selasa (21/12/2021), yakni sebagai rasa terimakasih kepada penguasa laut atas berkah yang Ia berikan selama ini dari hasil laut.
Namun makna sesungguhnya yakni mengembalikan semua hasil ke lautan karena masyarakat setempat mempercayai pada dasarnya laut merupakan sumber kehidupan utama bagi masyarakat Bajo.
“Pada kegiatan Sombori Tourism Festival (STF) kemarin juga dilakukan tradisi Pamalupaan,”katanya lagi.
Ritual dilakukan sebelum acara itu terlaksana dengan menyembelih satu ekor hewan laut kemudian dilarung ke laut.
Namun sebagaimana pada penjelasan sebelumnya. Tidak semua ritual Pamalupaan menggunakan hewan laut sebagai media perantaranya.
Pertimbangannya terletak pada besar kecilnya sebuah acara yang digelar. Seperti pada kegiatan STF 2021. Acara itu dinilai cukup besar. Maka para tetua adat di Desa Mbokita memutuskan untuk menyembelih hewan laut.
Selebihnya, saat kegiatan workshop pemajuan kebudayaan desa yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Direktorat Jenderal Kebudayaan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Morowali, 30-31 Oktober 2021 di Desa Mbokita, warga setempat juga melaksanakan ritual Pamalupaan.
“Warga melarung daun sirih. Katanya kegiatan itu termaksud kecil. Tetapi dengan ritual itu, diharapkan seluruh proses kegiatan berjalan lancar,”terangnya.
Ritual Pamalupaan dilakukan oleh tetuah adat Desa Mbokita dengan melakukan beberapa tahapan prosesi yang diiringi dengan musik khas dengan tarian yang ditarikan oleh masyarakat setempat.
Adapun, proses ritual Pamalupaan terlebih dahulu dimulai dengan menyediakan sesajen di atas napan dan piring yang terdiri dari lemon lonjong atau dalam bahasa setempat lemon pole, lombok, daun siri, beras, kapur, jenefer (jenis minuman yang beralkohol) dan pinang.
Kemudian para tetua adat itu akan membacakan kalimat-kalimat dari bahasa setempat. Di samping tetua adat, duduk tetua adat lainnya lengkap dengan peci.
Setelah itu, sesajen tersebut dibawa keluar menuju laut oleh tetua adat tadi, tidak lupa para tetua tersebut mencuci muka terlebih dahulu pada sebuah teko yang telah diisi air yang diletakan di luar rumah warga.
Lalu, para tetua adat yang berjumlah empat orang tadi yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan, menuju sampan yang telah disediakan untuk membawa sesajen yang berisi daun sirih tadi untuk dilarung ke laut.
Kemudian, seorang tetua adat akan kerasukan ruh di atas sampan yang sedang berjalan. Tetua adat tersebut menari-nari, mengayunkan tangan dan bahunya persis seperti tarian khas Suku Bajo ditemani musik gendang yang terus dimainkan.
Sementara tetua adat lainnya, memegang sesajen duduk bersila membacakan kalimat-kalimat menghadap lautan, lalu beberapa saat kemudian melarung sesajen tadi di lautan yang biru dengan membelakangi rumah-rumah penduduk.
“Itu sudah menjadi syaratnya,”terang Alaudin lagi.
Setelah dilakukan proses melarung, tetua adat yang masih kerasukan tadi akan memberikan nasihat tentang upacara adat yang mereka lakukan.
Kemudian, usai melakukan ritual Pamalupaan, dilanjutkan dengan berkeliling Pulau Mbokita bersama dengan seluruh masyarakat menggunakan kapal sampan yang dimiliki masyarakat.
Hal tersebut dilakukan sebagai tanda selesainya prosesi melarung. Diakhir prosesi para tetuah adat tadi akan disambut dengan tarian khas Suku Bajo dengan melemparkan beras putih sebagai tanda penyucian dan pembersihan diri terhadap segala sesuatu yang akan terjadi.
Dijelaskan Alaudin, ritual Pamalupaan merupakan ritual atau adat istiadat yang hampir hilang pada masyarakat Suku Bajo di Desa Mbokita. Ritual tersebut menjadi salah satu kekayaan budaya yang mulai dihidupkan kembali melalui pengembangan desa budaya.
Proses pengembangan desa budaya dilakukan dengan beberapa tahap, untuk dapat mengenali, mengembangkan hingga ditahap pemanfaatan potensi budaya yang ada di Desa Mbokita dan merupakan program unggulan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Pemerintah Kabupaten Morowali melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mendukung segala bentuk pengembangan kebudayaan yang ada di Morowali salah satunya di Desa Mbokita.
“Dari ritual tersebut, kita dapat belajar dan mengetahui laut bukan hanya ruang publik wisata. Tapi laut juga ruang publik kebudayaan di mana jutaan tradisi dan mitos hadir,”terang Alaudin.
Baginya, laut adalah ruang merdeka yang sama-sama harus dijaga bersama. ***
Hits: 119