Teknologi Informasi di Era Industri 5.0 – Saatnya Kembali Memanusiakan Produktivitas

Kita hidup di tengah pusaran Revolusi Industri 5.0, sebuah fase perkembangan teknologi yang semakin canggih namun justru mengingatkan kita untuk kembali memusatkan perhatian pada nilai-nilai kemanusiaan. Di era ini, teknologi informasi (TI) tidak hanya dilihat sebagai alat produksi atau efisiensi, tetapi sebagai jembatan antara manusia dan mesin, antara kecerdasan buatan dan kebijaksanaan alami yang hanya dimiliki oleh manusia.
Sebagai praktisi teknologi informasi, saya tidak jarang menyaksikan bagaimana sistem-sistem cerdas, aplikasi berbasis data besar, dan algoritma prediktif berhasil memangkas waktu kerja dan biaya operasional perusahaan. Tapi di sisi lain, saya juga melihat bagaimana sebagian organisasi mulai kehilangan esensi manusianya karena terlalu fokus pada hasil dan angka.
Padahal, esensi dari TI dalam Revolusi Industri 5.0 adalah kolaborasi antara teknologi dan empati. Di sinilah kita perlu menata ulang arah pemanfaatannya.
Efektivitas yang Lebih Bermakna
Di masa lalu, efektivitas sering diukur dari seberapa cepat target tercapai. Namun kini, kita harus bertanya: Apakah tujuan itu dicapai dengan cara yang manusiawi? Apakah teknologi memberi ruang bagi manusia untuk berpikir, berkreasi, dan tumbuh bersama sistem?
Contohnya, dashboard digital yang menganalisis performa karyawan bisa menjadi alat bantu yang luar biasa, jika digunakan untuk membimbing, bukan menghakimi. Efektivitas yang ideal adalah ketika keputusan berbasis data tetap menyisakan ruang untuk empati, intuisi, dan pertimbangan sosial.
Efisiensi yang Tidak Mengorbankan Martabat
Kita harus berhenti menyamakan efisiensi dengan pengurangan tenaga kerja. Justru sebaliknya, teknologi harus dipakai untuk membebaskan manusia dari tugas-tugas mekanis, agar bisa fokus pada hal-hal yang lebih strategis dan kreatif.
Sistem otomatisasi, AI, dan robotika seharusnya membantu, bukan menggantikan. Ketika teknologi digunakan secara bijak, efisiensi bisa hadir bersama peningkatan kualitas kerja, kenyamanan karyawan, dan kecepatan pelayanan kepada pelanggan, tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Produktivitas yang Humanis dan Berkelanjutan
Produktivitas hari ini tidak lagi cukup jika hanya menghasilkan lebih banyak. Ia harus mampu menciptakan hasil yang lebih bermakna. Kolaborasi lintas departemen, kerja jarak jauh, hingga proses bisnis digital hanyalah sebagian dari wajah baru produktivitas.
Namun semua itu hanya akan berhasil jika didukung oleh kultur organisasi yang adaptif dan inklusif, bukan hanya oleh teknologi semata. Kita tidak bisa bicara tentang produktivitas jika karyawan merasa kehilangan kendali atas hidupnya, kehilangan ruang untuk berekspresi, atau tidak merasa dihargai sebagai manusia.
Kesimpulan: Teknologi yang Membebaskan, Bukan Membebani
Saya percaya bahwa masa depan bisnis bukan hanya soal kecepatan, tapi juga arah. Arah ke mana perusahaan membawa teknologinya, apakah untuk menekan, atau untuk memberdayakan; apakah untuk menggantikan, atau untuk memperkuat.
Revolusi Industri 5.0 adalah momentum untuk mengembalikan peran manusia ke pusat inovasi. Di sinilah teknologi informasi memegang peran strategis: bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai alat bantu yang membebaskan manusia dari beban-beban lama agar bisa melangkah lebih jauh dan lebih bijak.
Sebagai praktisi TI, saya mengajak kita semua, pemimpin, pengembang, pekerja, hingga pembuat kebijakan, untuk memandang teknologi tidak sekadar dari sisi utilitasnya, tetapi dari dampaknya terhadap manusia. Karena pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Dan seperti semua alat, nilai sejatinya ditentukan oleh cara kita menggunakannya.
Penulis : Danu Bahtera Anugrah, Praktisi Teknologi Informasi
Hits: 262









