Ini Prediksi Mengerikan Perubahan Iklim Kesehatan Masyarakat Indonesia 2070
PROLIFIK.ID – Perubahan iklim adalah kondisi di mana suhu dan pola cuaca Bumi berubah dalam jangka panjang. Pada beberapa kasus sepanjang abad ini, suhu di Bumi terus menghangat akibat aktivitas manusia. Pembakaran bahan bakar fosil yang terus-menerus kerap memerangkap gas panas di muka Bumi sehingga menimbulkan efek rumah kaca, pemanasan global, hingga kerusakan lapisan ozon.
Keadaan krisis iklim kemudian mendesak negara-negara di dunia untuk berunding mencari cara mengatasinya. Seperti pada KTT Iklim COP27 di Mesir pada November 2022 lalu, sejumlah anggota negara menghasilkan beberapa poin kesepakatan. Salah satu poin tersebut berkaitan dengan dana kompensasi bagi negara-negara miskin yang terdampak pemanasan global dari aktivitas emisi negara kaya dan berkembang.
Dampak Perubahan Iklim
Lantas, apa saja dampak dari perubahan iklim dan pemanasan global itu sendiri? Selain dari segi ekonomi, perubahan iklim juga jelas berdampak pada kesehatan makhluk hidup. Beberapa ancaman kesehatan akan terus meningkat dan bermunculan. Namun, tidak semua orang memiliki risiko yang sama. Hal itu tergantung pada usia, sumber daya ekonomi, hingga lokasi geografis.
Menurut Asian Development Bank (ADB) dan World Health Organization (WHO), terdapat sejumlah dampak kesehatan dari perubahan iklim di Indonesia yang diproyeksikan terjadi beberapa dekade ke depan.
1. Banjir Tahunan akibat Kenaikan Permukaan Laut
Di tengah skenario emisi yang tinggi tanpa investasi besar dalam adaptasi, sebanyak 4.215.700 orang per tahun akan terkena dampak banjir akibat kenaikan permukaan laut antara tahun 2070 dan 2100. Jika emisi global menurun dengan cepat dan ada peningkatan besar dalam perlindungan (pembangunan atau peninggian tanggul), populasi yang terkena dampak tahunan dapat berkurang menjadi 2.900 orang.
Adaptasi saja tidak akan memberikan perlindungan yang memadai. Kenaikan permukaan laut adalah proses jangka panjang dengan skenario emisi tinggi yang terus berlanjut hingga akhir abad ini.
2. Penyakit Menular yang Dibawa oleh Patogen
Menjelang 2070, sekitar 308 juta orang diproyeksikan berisiko mengalami malaria. Pertumbuhan populasi juga dapat menyebabkan peningkatan risiko di daerah kehadiran malaria statis di masa depan. Kapasitas vektoral relatif rata-rata dalam penularan demam berdarah juga diperkirakan meningkat.
3. Kematian akibat Suhu Panas
Penelitian telah menempatkan ambang batas 35 derajat celsius pada kemampuan tubuh manusia, khususnya di Indonesia, sebagai toleransi suhu terpanas. Dalam periode paparan yang panjang maupun singkat, suhu di atas itu dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan dan kematian.
Perubahan iklim akan mendorong suhu global lebih dekat ke ambang batas tersebut melalui gelombang panas yang meningkat. Sebanyak 53 dari 100.000 orang lanjut usia diproyeksikan meninggal dunia akibat suhu panas pada 2080.
Padahal pada 1961 hingga 1990, kasus itu hanya berasio 1 banding 100.000 per tahunnya. Pengurangan yang cepat dalam emisi dapat membatasi kematian akibat suhu panas pada orang tua menjadi sekitar 8 per 100.000 kematian pada 2080.
Hubungan antara kekeringan, kebakaran, dan suhu panas terkait perubahan iklim juga akan berimplikasi pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat Indonesia. Pada 2012 sendiri, polusi udara rumah tangga telah menyebabkan 566.600 kematian akibat penyakit jantung iskemik, stroke, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik (usia 18 tahun ke atas), dan infeksi saluran pernapasan akut (usia di bawah 5 tahun).
4. Stres dan Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja diproyeksikan menurun secara signifikan di tengah skenario emisi tinggi. Jika suhu rata-rata global naik 4 derajat, sekitar 23 persen dari jam kerja harian tahunan akan hilang oleh pekerja yang melakukan pekerjaan berat (seperti pekerja pertanian, konstruksi, dan beberapa pekerja industri).
5. Malanutrisi atau Kurang Gizi
Perubahan iklim berakibat pada kelangkaan tanah dan air, banjir, serta kekeringan. Hal itu tentu berdampak negatif terhadap produksi pertanian dan menyebabkan kerusakan sistem pangan. Kelompok rentan pun berisiko mengalami krisis pangan dan gizi yang lebih buruk jika krisis iklim terus berlanjut.
World Food Program (WFP) memperkirakan bahwa risiko kelaparan global dan malnutrisi anak dapat meningkat 20 persen pada pertengahan abad ini. Potensi kematian yang tinggi terkait krisis iklim berhubungan dengan malnutrisi secara global dan regional. Ada dua faktor risiko utama, yakni kurangnya buah dan sayuran dalam pola makan serta komplikasi kesehatan akibat prevalensi kurang gizi.
Pada kasus di Indonesia, proyeksi paling ekstrem menunjukkan ada sekitar 35,1 kematian per satu juta penduduk terkait krisis iklim dan kurangnya ketersediaan pangan. Sedangkan untuk kasus stunting, risiko global kelaparan dan kekurangan gizi dapat meningkat hingga 20 persen pada 2050. ***
Sumber: tempo.co
Hits: 19