Ramai Isu Air Galon Berbahaya, Begini Penjelasan Para Pakar
PROLIFIK.ID – Pakar Pangan sekaligus peneliti pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Nugraha E. Suyatma, STP, DEA, menjelaskan bahwa goncangan-gocangan yang terjadi saat pendistribusian galon guna ulang di dalam truk sama sekali tidak mempengaruhi pelepasan (migrasi) Bisfenol A (BPA) dari galonnya.
Seperti halnya saat galon guna ulang itu terpapar sinar matahari saat dalam pendistribusiannya, hal itu sama sekali tidak mempengaruhi migrasi BPA-nya.
“Untuk ketahanan panasnya, galon guna ulang yang berbahan polycarbonat itu jauh lebih tahan panas dibanding galon PET,” kata Nugraha.
Berdasarkan kabar yang beredar, galon guna ulang menjadi berbahaya karena saat pendistribusiannya terpapar terik matahari, padahal hal itu sama sekali tidak akan mempengharuhi kandungannya.
“Sampai suhu 80 derajat saja galon dari bahan polikarbonat masih tahan, kecuali galon PET, di suhu 50 derajat saja sudah ganti formasinya,” ujarnya.
Begitu juga dengan masalah goncangan yang terjadi saat pendistribusian galon guna ulang. Nugraha mengatakan goncangan di truk tidak masalah sama sekali dengan migrasi BPA-nya.
“Selama tidak pecah, galon polikarbonat atau galon guna ulang itu tidak masalah sama sekali,” ucap Nugraha.
Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB sendiri untuk kebutuhan minum para staf dan dosennya masih menggunakan air kemasan galon hingga kini.
“Kami masih merasa belum ada bahaya apa-apa, ketika mengonsumsinya karena memang belum ada bukti ilmiahnya air minum ini berbahaya untuk kesehatan,” tuturnya.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof. Junadi Khotib mengatakan, pola distribusi galon guna ulang yang buruk bisa memperparah pelepasan (migrasi) bahan kimia berbahaya Bisfenol A (BPA).
“Memang ada penelitian tentang kinetika pelepasan BPA dari kemasan polikarbonat. Semakin tinggi kadar BPA dalam kemasan polikarbonat, BPA yang dilepaskan juga semakin tinggi,” ujarnya.
Junadi menjelaskan, pelepasan BPA itu sangat tergantung pada suhu dan tingkat keasaman.
“Maka ketika dalam distribusi dan produksi, kemasan galon air minum terpapar cahaya matahari langsung sehingga suhunya meningkat, tentu di sana sangat cepat terjadi migrasi,” Kata Junadi.
Pakar Teknologi Pangan lainnya yang juga dari IPB, Dr Eko Hari Purnomo, juga menegaskan bahwa kandungan BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan tidak membahayakan kesehatan.
Menurutnya, plastik Polikarbonat yang mengandung BPA itu digunakan untuk galon air minum hanya karena sifatnya yang keras, kaku, transparan, mudah dibentuk, dan tahan panas.
“Tetapi, berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan guna ulang itu tidak banyak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya. Apalagi untuk produk air potensinya kecil sekali,” kata Eko.
Itulah penyebab sulitnya ditemukan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap dampak BPA pada galon guna ulang karena memang sudah terbukti aman untuk digunakan.
Namun, yang banyak ditemukan itu adalah penelitian-penelitian migrasi BPA dari kemasan Polikarbonat (PC) pada kemasan selain galon guna ulang.
“Menurut saya informasi-informasi dari penelitian yang bukan dari galon guna ulang inilah yang kemudian diambil oleh orang-orang yang masih mempertanyakan bahaya BPA dalam galon guna ulang ini. Sementara dari berbagai studi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa migrasi BPA dari PC ke dalam minuman terutama air masih jauh di bawah batas migrasi yang diijinkan,” ucapnya.
Dirinya pun merasa heran, mengapa sekarang menjadi ramai dipertanyakan apakah penggunaan kemasan galon guna ulang itu bisa berdampak terhadap kesehatan, terutama melalui migrasi BPA ke dalam produk.
“Kalau dicoba cari literatur yang mencoba menggali pelepasan atau migrasi BPA dari kemasan galon guna ulang, saya melihatnya kemungkinan besar sedikit sekali atau bahkan tidak ada,” ujarnya.
Eko mengatakan galon guna ulang di Indonesia itu menjadi agak unik dibanding di negara-negara lain.
Menurutnya, hal ini disebabkan di negara-negara lain utamanya negara maju sudah banyak yang menggunakan tap water yang airnya bisa langsung diminum dari keran.
“Sehingga penggunaan kemasan guna ulang di sana itu tidak terlalu masif seperti di Indonesia,” tuturnya.
Hal senada juga dipertanyakan juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, dirinya menyebut sudah terbiasa dengan model yang guna ulang untuk urusan air mineral dan air minum.
“Sejauh ini, sudah selama puluhan tahun kami gunakan juga tidak pernah ada komplain dan masalah,” ujarnya.
Dia melihat ada pihak-pihak yang mencoba melakukan brain wash dengan mengatakan bahwa produk mereka lebih higienis, lebih aman, lebih baik digunakan.
“Mereka menggunakan angle atau narasi-narasi pandemi harus lebih higienis dan lebih baik. Tetapi sebenarnya, untuk sisi air mineral selama ini pun kita juga tidak ada masalah dengan model air guna ulang yang sering kita gunakan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah tanggaa, kantor, dan lain sebagainya,” ucap Atha. ***
Sumber: JPPN.com
Hits: 47