Bisnis dan Teknologi

Warga Morowali Ini Ubah Limbah Kertas Koran Jadi Aneka Kerajinan Bernilai Tinggi

PROLIFIK.ID – Beberapa warga asal Desa Lahuafu, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah yang tergabung dalam kelompok Surya Gemilang menjalankan bisnis rumahan dengan mengandalkan limbah kertas koran jadi aneka kerajinan menarik dan bernilai tinggi.

Kerajinan itu lebih umum dikenal kerajinan lintingan koran yakni sebuah aktivitas kerajinan tangan dengan cara melinting kertas koran menjadi kecil-kecil menggunakan lidi atau kawat besi lalu menjadi kerajinan tangan yang lebih menarik.

Suriati (49), Ketua Kelompok Surya Gemilang mengatakan, usaha itu dirintis sejak tahun 2011. Yang awalnya dimulai dari hobi, kini jadi usaha yang cukup menghasilkan bahkan bisa membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan sekolah ketiga anaknya.

“Awalnya anak saya yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Pulau Jawa, sewaktu Sekolah Dasar (SD), meminta saya membuatkan kerajinan tangan dari limbah plastik. Maka saya coba-coba dan dia senang sekali,”ceritanya, Jumat (7/1/2022) di kediamannya.

Mulai dari itulah, Suriati yang kini jadi tulang punggung keluarga karena suaminya menderita struk berat sejak tahun 2017, akhirnya mendapati kesenangan sendiri dengan membuat kerajinan tangan dan dilakukannya saat ada waktu luang.

Aktivitas itu, terus ia geluti, hingga suatu waktu ia dipanggil memenuhi undangan pelatihan kerajinan dari limbah koran oleh Pemerintah Daerah (Pemda) di Gedung Serba Guna Desa Matano, Kecamatan Bungku Tengah.

“Waktu itu kami diundang untuk membuat kerajinan dari limbah kertas koran. Tapi saya lupa sudah tahun berapa, sudah lama sekali,”ceritanya lagi.

Dimulai dari pelatihan tersebut, ia beserta rekannya saat ini Bendahara Kelompok Surya Gemilang, Narti (43) setelah pulang ke rumah tertarik ingin membuat kerajinan yang baru saja mereka lihat. Namun sayang sekali, pelatihan itu tidak mengajarkan peserta cara pembuatan awalnya. Melainkan langsung memperlihatkan barang yang sudah jadi dan menyisakan modul untuk dipelajari sendiri.

“Pulang ke rumah saya membayangkan dan menerka-nerka proses pembuatannya sendiri sambil membaca modul. Lalu saya dan Ibu Narti coba membuatnya dan jadi, tapi hasilnya masih belum bagus,”kenangnya.

Cara membuat lintingan kertas koran, bahas dasar kerajinan limbah koran bekas dari Kelompok Surya Gemilang di Desa Lahuafu, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Foto: intan

Usaha memang tidak mengkhianati hasil, Suriati pelan-pelan bisa menguasai cara membuat kerajinan lintingan koran berbekal semangat dan rasa optimisnya terhadap produk kerajinan tersebut. Hasilnya, tidak main-main. Produk hasil olahan Suriati dan kawan-kawannya tergolong sangat indah juga berkualitas.

Sekilas, produk olahan limbah kertas itu mirip rotan karena bahannya nampak keras juga hasil akhirnya setelah mendapat sentuhan vernis yakni minyak khusus yang telah dikentalkan dengan jalan pemanasan atau dengan penambahan getah, arpus, dan bahan lain, produk milik Suriati dan kelompoknya nampak makin indah dan bernilai tinggi.

“Untuk vernisnya tidak ada di sini (Morowali), seorang teman yang peduli pada usaha kami membelikan vernis berwarna transparan dari Jakarta,”tambah Bendahara Surya Gemilang, Narti.

Begitu juga bahan dasar koran, mereka mendapatinya dari pendonor limbah kertas koran yang peduli terhadap kelangsungan usaha rumah itu. Para pendonor tersebut mau menyumbangkan koran bekasnya untuk mereka olah menjadi kerajinan.

Dari tangan Kelompok Surya Gemilang, berbagai produk dihasilkan seperti, tatakan gelas, tatakan piring, vas bunga dari ukuran kecil hingga besar, tempat duduk untuk anak-anak, dan tas.

Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan dari limbah koran yakni koran bekas, lem fox, pilox, tiner, lem lilin, kuas, vernis, bensin dan isolasi. Sementara alat yang dibutuhkan gunting, palu-palu, tang, spatula pertukangan, besi plinting, tang potong, dan mistar besi.

Untuk cara membuatnya cukup sederhana tergantung jenis kerumitan kerajinan yang dibuat. Hari itu, Suriati sengaja memperlihatkan kepada Prolifik.id cara membuat vas bunga dari kertas limbah koran.

Awalnya, kertas limbah koran diplinting terlebih dahulu bisa dengan tangan atau alat khusus berupa kawat besi seukuran lidi. Kemudian, letakan besi plinting di atas kertas koran yang sudah dibentuk persegi panjang, lalu proses plinting dimulai dari ujung kertas lalu berakhir pada ujung yang lain. Lakukan terus-menerus, hingga jumlahnya banyak. Jangan lupa setiap lintingan diberi lem fox pada ujungnya agar tetap merekat.

“Dalam sehari saya bisa melinting dari 500 sampai 1.000 linting. Itu kalau fokus,”kata Suriati.

Setelah lintingan jadi, saatnya menganyam lintingan tersebut dengan tekhnik seperti menganyam bambu, awalnya lintingan koran disusun sebanyak delapan sampai 10 secara melingkar.

Lalu direkatkan dengan lem fox agar hasilnya tidak mudah bengkok. Jika sudah tersusun dengan rapi, saatnya membuat dasar keranjang dengan cara menyelipkan secara memutar dengan teknik menganyam pada susunan lintingan koran tadi.

Lanjutkan menganyam sampai tinggi keranjang seperti yang diinginkan. Jika sudah selesai menganyam, keranjang dari koran tersebut, gunting sisa-sisa lintingan dari anyaman vas bunga dan gunakan lem fox kembali agar hasil guntingan tadi tetap merekat.

Aneka kerajinan yang telah diproduksi oleh Kelompok Surya Gemilang. Foto: intan

“Setelah itu seluruh vas akan dilumuri lem fox agar seluruh lintingan merekat sempurna dan setelah kering diberi vernis sebagai sentuhan akhir agar kerajinan nampak mengkilap dan anti air,”ujar Narti.

Terhambat karena Pandemi

Kini, produk yang dihasilkan Suriati dan kelompoknya sudah punya pelanggan baik di Morowali dan dari luar daerah. Dalam sebulan mereka mampu menghasilkan omzet hingga Rp 29 juta. Namun sayang, saat pandemi, pendapatan kelompok itu juga pelan-pelan berkurang bahkan nyaris sepi.

“Di tahun 2017 saat usaha ini baru dirintas kami bisa menghasilan omzet hingga Rp 29 juta, kemudian 2018 Rp 18 juta, 2019 hingga 2021 pendapatan kami mulai menurun,”tutur Suriati.

Seluruh pendapatan akan dibagi kepada anggota kelompok aktif sekaligus dibelanjakan untuk kebutuhan kerajinan. Suariati sendiri sempat mengantongi uang Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta perbulannya. Namun karena pandemi semuanya berbalik.

“Dulu kami bisa mengumpulkan pendapatan sampai sebulan lalu dibagi, sekarang kami langsung bagi tidak lagi menunggu sebulan dan jumlahnya kecil berkisar Rp 200-300 ribu,”ungkapnya.

Pandemi tidak hanya mengubah pendapatan mereka, tapi juga membatasi produktivitas kelompok Surya Gemilang. Awalnya, sebelum pandemi seluruh kelompok aktif, bahkan kelompok tersebut membentuk kelompok lainnya di Desa Lahuafu. Namun, pelan-pelan warga yang dulu aktif lebih banyak memilih tinggal di rumah.

“Mungkin saja karena penghasilannya mulai menurun dan warga lebih senang ke kebun yang penghasilannya lebih cepat,”tambah Narti.

Usaha Suriati juga makin sulit karena beberapa pelanggannya belum membayar dagangan mereka. Namun, walaupun begitu, Suriati, Narti dan anggota kelompok lainnya tetap berusaha optimis dan tetap produktif.

Harapan Sunarti, usaha mereka bisa dilirik Pemerintah Daerah (Pemda). Beberapa kerajinan milik mereka pernah dibeli Pemda Morowali serta sempat mendapat bantuan etalase dari Dinas Koperasi dan UMKM Morowali.

Namun masih lebih banyak butuh perhatian. Kelompok itu membutuhkan lebih banyak pengembangan. Produk yang mereka hasilkan juga tidak lagi berupa barang-barang yang lebih kecil melainkan ukuran besar, sehingga atalase yang dibutuhkan tentu lebih besar dari sebelumnya.

“Misalnya kami butuh rumah produksi. Di situ terdapat tempat memproduksi barang-barang kami sekaligus jadi tempat penjualan,”jelas Narti.

Dari teman dirinya mendengar, di Kompleks Perkantoran Taman Funuansingko, Desa Bente, Kecamatan Bungku telah berdiri ‘Rumah Oleh-oleh’ dari Dinas Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Morowali. Seperti namanya, rumah itu katanya akan dijadikan pusat penjualan produk-produk unggulan UMKM di Kabupaten Morowali.

“Setelah saya dengar ada rumah oleh-oleh itu saya langsung senang walaupun hingga kini belum beroperasi,”ucap Narti dengan senyum mengembang.

Besar harapannya, agar rumah oleh-oleh itu bisa segera beroperasi supaya kelompok itu bisa termudahkan dalam hal pemasaran. Namun lebih dari itu, Narti dan Suriati sebenarnya lebih senang bisa dikunjungi dan memperkenalkan kerajinan buah tangan mereka.

“Kalian sudah berkunjung ke tempat kami saja, jadi satu kesyukuran buat kami,”tutup Narti kepada prolifik.id.***

Hits: 25

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button