Gen Z dan Digitalisasi
Setiap generasi mempunyai perubahan dan arah atau tujuannya masing-masing yang dapat mempengaruhi kehidupan setiap insan. Siap atau tidak manusia pasti akan mengikut pada pergeseran zaman dan teknologi, ada yang mengikuti dan menghadapi dengan positif ada pula merasa terbawa arus sehingga kehilangan jati dirinya sebagai manusia.
Di Indonesia saat ini terdapat empat generasi yang masih hidup dalam kurun waktu 100 tahun yang akan, masih atau telah beraktivitas di berbagai sektor kehidupan yaitu generasi Baby boomers, generasi X, generasi Y (milenial) hingga generasi Z. Generasi Baby boomers adalah generasi yang lahir pada rentang waktu 1930-1966. Remaja Baby boomers pada masanya lebih banyak mendengarkan radio atau membaca media cetak dalam mencari informasi. Selanjutnya adalah generasi X yaitu generasi yang lahir pada kurun waktu 1967-1980.
Remaja pada generasi ini mengenal perangkat komputer dan meyakini bahwa teknologi tersebut dapat mempermudah kehidupan manusia di dunia. Komputer sendiri baru masuk di Indonesia pada tahun 1967 dan lebih banyak dimanfaatkan oleh instansi pemerintahan untuk mempermudah urusan administrasi.
Setelah generasi X, adapula generasi Y, yaitu generasi milenial yang lahir kurun waktu 1980-1995. Generasi Y merupakan remaja yang hidup di era komputer yang sudah bisa di akses di rumah, di sekolah maupun di warung internet (Warnet). Generasi Y adalah generasi yang dibesarkan oleh perkembangan game Online, gadget,smartphones, internet dan media sosial. Hal ini membuat generasi Y menjadi generasi yang hidup dalam fasilitas teknologi terkomputerisasi yang memudahkan remaja generasi ini untuk mendapatkan informasi secara cepat.
Ada pula generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi Post-Milenial atau information Generation (Generation) adalah remaja yang lahir di awal tahun 1995-2000an. Sejak bayi, generasi Z terbiasa dengan keberadaan dan manfaat teknologi, bahkan smartphone sudah menggantikan permainan tradisional. Banyak generasi Z yang bahkan baru lahir telah dibuatkan akun media sosial oleh orang tua mereka. Bagi generasi Z kemajuan teknologi bukanlah hal besar, tidak seperti generasi Baby boomers, generasi X dan generasi Y yang kadang-kadang masih takjub dengan dengan perkembangan teknologi terkini.
Lahir di era digital membuat generasi Z mudah untuk beradaptasi dengan situasi apa pun. Dengan kemampuan beradaptasi tersebut membuat generasi Z memiliki wawasan luas, ambisius dalam berkarir dan kecenderungan berpikir instan. Selain itu generasi Z adalah generasi yang haus akan pengakuan, cinta kebebasan, menghargai perbedaan dan teliti kepada sesuatu yang detail.
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2021 telah dirilis Badan Pusat Statistik pada 30 Juni 2021, dan memberikan gambaran demografi Indonesia yang mengalami banyak perubahan dari hasil sensus sebelumnya di tahun 2010. Sesuai prediksi dan analisis berbagai kalangan, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai Bonus Demografi.
Menariknya, hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012.
Generasi Milenial yang diunggulkan menjadi roda pergerakan masyarakat saat ini, jumlahnya berada sedikit di bawah Gen Z, yaitu sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia. keberadaan Gen Z Sangat memberikan peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan masa mendatang.
Seperti apakah Gen Z?
Analisis para ahli menyatakan bahwa Gen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini berlabel generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi.
Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan karakter masyarakat kebanyakan. Satu hal yang terlihat Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai kehidupan mereka. Teknologi mereka fungsikan sama alaminya layaknya mereka bernafas.
Artikel Bruce Tulgan dan RainmakerThinking, Inc. berjudul “Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millenial Cohort” yang didasarkan pada penelitian longitudinal sepanjang 2003 sampai dengan 2013, menemukan lima karakteristik utama Gen Z yang membedakannya dengan generasi sebelumnya.
Pertama, media sosial menjadi gambaran masa depan generasi ini. Gen Z merupakan generasi yang tidak pernah mengenal dunia yang benar-benar terasing dari keberadaan orang lain. Media sosial menegasikan bahwa seseorang tidak dapat berbicara dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Media sosial menjadi jembatan atas keterasingan, karena semua orang dapat terhubung, berkomunikasi, dan berinteraksi.
Ini berkaitan dengan karakteristik kedua, bahwa keterhubungan Gen Z dengan orang lain adalah hal yang terpenting. Ketiga, kesenjangan keterampilan dimungkinkan terjadi dalam generasi ini. Ini yang menyebabkan upaya mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya seperti komunikasi interpersonal, budaya kerja, keterampilan teknis dan bepikir kritis harus intensif dilakukan. Keempat, kemudahan Gen Z menjelajah dan terkoneksi dengan banyak orang di berbagai tempat secara virtual melalui koneksi internet, menyebabkan pengalaman mereka menjelajah secara geografis, menjadi terbatas. Meskipun begitu, kemudahan mereka terhubung banyak orang dari beragam belahan dunia menyebabkan Gen Z memiliki pola pikir global (global mindset).
Terakhir, keterbukaan generasi ini dalam menerima berbagai pandangan dan pola pikir, menyebabkan mereka mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan akan suatu hal. Namun, dampaknya kemudian, Gen Z menjadi sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Identitas diri yang terbentuk sering kali berubah berdasarkan pada berbagai hal yang mempengaruhi mereka berpikir dan bersikap terhadap sesuatu.
Gen Z dan Digitalisasi!
Tidak selamanya kedekatan Gen Z dengan teknologi memberikan keuntungan. Dalam dunia kerja misalnya, O’Connor, Becker, dan Fewste (2018) dalam penelitiannya berjudul Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job Performace, and Creativity, menemukan bahwa pekerja yang lebih muda menunjukkan kapasitas yang lebih rendah untuk mengatasi ambiguitas lingkungan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua.
Generasi lebih muda terbiasa mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang bersifat kebaruan termasuk pada bidang pekerjaan yang sifatnya lebih menantang. Namun, tidak memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelola ketidak jelasan lingkungan yang sering kali terjadi sehingga cenderung menjadi lebih cemas. Ini seperti mematahkan asumsi yang selama ini terbangun bahwa menjadi penduduk asli digital (digital native), artinya melengkapi kekurangan dari karakteristik generasi sebelumnya melalui keterampilan yang lebih adaptif dan inovatif dalam mengatasi situasi yang abu-abu.
Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu. Resesi ekonomi, transformasi digital, invasi di beberapa negara, bencana alam, dan juga wabah penyakit. Ini yang kemudian menyebabkan di masa dewasa, Z menjadi kurang toleran terhadap ambiguitas lingkungan karena masa kanak-kanak yang terlalu terlindungi.
Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres sepanjang sejarah. Kondisi ini juga berkaitan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terjangan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.
Lahir dikelilingi perkembangan teknologi tidak hanya membuat Gen Z memiliki kelebihan. Kelebihan yang dimiliki Gen Z: Berambisi untuk sukses. Percaya diri, sebagian besar Gen Z pun memiliki kepercayaan diri yang bagus, kritis dalam memecahkan masala, memiliki kebiasaan multi-tasking, dan berpikiran terbuka.
Setelah kelebihannya ada juga kekurangan yang mereka miliki karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi itu sendiri. kekurangan setiap masa dimana yang pertama: Gen z memiliki kecanduan yang lebih terhadap internet, kedua: kurang pengalaman di dunia kerja, ketiga: tidak loyal, keempat: memiliki idialisme yang tinggi, dan yang terakhir yaitu menyukai hal-hal yang instan.
Contoh kelemahan yang paling kental dari Gen Z adalah:
1. Berjam-jam di internet, apalagi buat eksis di medsos. Sebagian besar penghuni Instagram (IG)ya Gen Z. Milenial masih 50–50 (bahkan mungkin kurang juga), ada yang eksis juga di IG, ada yang tidak peduli sama sekali.
2. Gen Z di Indonesia kelihatannya ekstrem. Ada yang kubu alay (dan mungkin maaf ekonomi menengah ke bawah), kubu gaul (kaya-raya) Jakarta Selatan (Jaksel) dan Tanjung Priok Rich, serta ada yang sampai penikmat & penyebar hoax dengan isu-isu SARA dll.
Manusia terlahir dengan hasrat besar penaklukan dan pencarian jawaban atas setiap ketidak pastian. Nafsu yang melahirkan pertanyaan, kemudian pergerakan sejarah pencapaian manusia. Tindakan yang melahirkan penemuan-penemuan teknologi sebagai alat untuk mencapai keinginan. Dalam sejarah kehidupan manusia, teknologi yang dipergunakan terus berkembang semakin cepat. Mulai penemuan cara dan alat bercocok tanam atau berburu sampai kecerdasan buatan dengan kemampuan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pencarian jawaban dan atas hal yang tak dipahami sebelumnya selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Kodrat Ummat manusia kemudian ditentukan oleh penguasaan atas ilmu dan pengetahuannya. Semua pribadi serta bangsa ini akan tumbang tanpa itu. Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan. (Pramodya Ananta Toer, Bumi Manusia).
Penulis: Ilham, Pengajar SDN 1 Bahodopi, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng
Hits: 82