Visi-Misi ‘Sejahtera Bersama’ Masih Jauh Dirasakan UMKM di Morowali
PROLIFIK.ID – Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HPMI) Morowali belum lama ini melayangkan surat terbuka kepada Bupati Morowali, Taslim.
Surat terbuka tersebut diserahkan langsung, Ketua BPC HIPMI Morowali, Muh. Sadhak Husain didampingi Ketua Bidang 6 (UMKM, Koperasi, Pariwisata dan Ekraf) BPC HIPMI Morowali, Iswanto kepada Bupati Morowali, Taslim di ruangannya beberapa waktu lalu.
Surat terbuka tersebut berisi pandangan BPC HIPMI Morowali terhadap kebijakan Bupati Morowali dalam memperhatikan nasib dunia usaha khususnya UMKM di daerah itu.
Setidaknya ada lebih dari empat kawasan sedang berjalan di Kabupaten Morowali, yakni PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), kawasan PT Transon Bumindo Resources, PT Waxiang Nickel Indonesia, dan PT Boushou Taman Industri Investmen Group (BTIIG). Belum lagi rencana PT Vale dan PT Anugrah Tambang Industri yang juga akan membangun smelter.
“Nilai investasi tidak main-main. Kalau ditotal mencapai puluhan triliunan,”jelas Sadhak sebagaimana yang tertuang dalam surat terbuka tersebut.
Morowali mendapatkan keuntungan dari investasi itu. Namun di sisi lain, memiliki beberapa persoalan yang baiknya disikapi. Ini tergantung dari kebijakan pemimpin di daerah. Terutama di masa kepemimpinan Taslim sebagaimana visi-misinya yakni ‘Sejahtera Bersama’.
“Bicara soal sejahtera bersama, rasanya masih jauh dirasakan pelaku UMKM di Morowali,”demikian bunyi surat terbuka itu.
Sejauh ini, tidak pernah ada data berapa UMKM di Morowali yang naik kelas. Secara sederhana ada tiga hal yang dibutuhkan UMKM untuk naik kelas, yaitu pendampingan, akses permodalan dan keterbukaan pasar.
Pendampingan oleh OPD terkait (Dinas Koperasi dan UMKM) belum menunjukan grafik yang baik. Seperti halnya perkumpulan penjahit Morowali yang dibiarkan dengan mempertahankan sistem konvensional, hingga mengakibatkan kebutuhan tekstil dan pakaian oleh perusahaan industri besar masih disuplai dari luar morowali.
“Sedianya hal tersebut bisa dikerjakan di dalam daerah,”tulis BPC HIPMI Morowali.
Kemudian pendampingan pelaku UMKM kuliner yang sempat direlokasi satu per satu, mulai menutup usahanya.
Bangunan di Taman Funuansingko yang dianggap tidak ideal untuk ditempati kembali oleh
pelaku UMKM kuliner, sampai sekarang juga belum jelas kapan difungsikan.
Selanjutnya, bantuan motor sebanyak 80
unit diberikan kepada pelaku ojek konvensional, setelahnya tidak diberikan pendampingan untuk bisa berkolaborasi dengan perusahaan ojek online yang harusnya bisa memberikan dampak penghasilan lebih bagi pelaku ojek itu
sendiri.
“Pendampingan juga bisa menjadi fungsi kontrol bahwa bantuan tersebut difungsikan betul oleh pelaku ojek,”masih menurut HIPMI.
Adanya pasar modern seperti Alfamidi dan Indomaret yang mulai bertebaran juga harusnya bisa dimanfaatkan oleh Pemda Morowali untuk mengakomodir pelaku UMKM yang memiliki produk kemasan.
“Dari pasar moderen itu seharusnya membuka ruang,”ucap Sadhak.
Selain itu, tidak ada pendampingan bagi pelaku UMKM agar produksinya memenuhi standar yang diinginkan. Pendampingan itu sebenarnya bisa berupa, sertifikat halal, izin produksi dan pendampingan kemasan produk yang dapat menambah minat bagi konsumen.
Sebagian Bumdes, memilih usaha Simpan Pinjam yang bisa dipastikan sebagian dana yang dipinjaman tidak dikembalikan.
“Bumdes yang di lingkar kawasan industri juga kebanyakan hanya menjadi perantara antara kebutuhan perusahaan yang akhirnya disuplai dari luar Morowali bahkan luar Sulteng, padahal produksinya juga ada di Morowali,”demikian isi surat.
Di sisi lain Pemda harusnya bisa menawarkan menjadi penjamin di Perbankan untuk membantu akses permodalan bagi UMKM yang dianggap produktif agar usaha tersebut bisa berkembang.
“Namun apakah Pemda mempunyai data terkait UMKM produktif tersebut?”terang BPC HIPMI Morowali.
Peraturan Menteri Investasi/ BKPM RI Nomor 1 Tahun 2022 terkait Kemitraan Usaha Besar dengan Usaha Kecil, menyebutkan perusahaan besar baik PMA maupun PMDN akan mendapatkan fasilitas dari negara berupa Tax Allowance dan Tax Holiday.
Dalam hal ini, negara telah berperan tidak hanya menjadikan kemitraan itu sebagai bisnis to bisnis, tetapi juga terdapat fungsi pemberdayaan UMKM lokal.
“Berkaitan dengan hal itu, harusnya ini menjadikan UMKM lokal sebagai prioritas dalam memenuhi kebutuhan dalam kawasan industri.
“Berkaitan dengan hal itu, harusnya ini menjadikan UMKM lokal sebagai prioritas dalam memenuhi kebutuhan dalam kawasan Industri. Standarisasi harga juga tidak boleh disamakan dengan harga pabrikan usaha besar yang di luar Kabupaten Morowali,”kritik Sadhak.
Ditambah lagi, Permen tersebut juga mengharuskan ada jatah UMKM dalam lahan kawasan industri sebanyak 5 persen. Dalam artian, seharusnya UMKM Morowali diberikan ruang untuk membuka usaha seperti Mini Market, Rumah Oleh-oleh ataupun Coffee Shop di dalam kawasan seperti yang ada di kawasan PT. IMIP.
“Namun usaha tersebut dikelola oleh oknum di dalam IMIP saja. Bukan pula malah ada kawasan yang melarang konsumsi dan sewa di luar area kawasannya, seperti yang dilakukan PT BTIIG melalui Surat BTI/GA/TZ/2022-20 yang dikeluarkan tanggal 15 Desember yang lalu,”ungkap Sadhak.
Adapun, rekomendasi itu antara lain, pertama, meminta bupati untuk melaksanakan Forum Ekonomi dan Investasi Morowali yang berkelanjutan yang berisikan Bupati Morowali, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), DPRD, Kadin dan HIPMI. Pihak perusahaan besar yang berinvestasi dan Perbankan untuk menyusun iklim usaha yang baik di Morowali. Terutama yang berorientasi pada pemberdayaan UMKM.
Kedua, meminta bupati untuk membentuk Badan Koordinasi Investasi dan Kerjasama Kemitraan UMKM Morowali, yang merupakan badan langsung di bawah bupati morowali. Fungsinya, tempat memberikan masukkan dan evaluasi terkait kemitraan usaha besar dan UMKM di Morowali.
Ketiga, BPC HIPMI Morowali siap menjadi mitra Pemda dalam menjalankan program-program terkait ekonomi di sisa jabatan bupati dengan melaksanakan rapat kerja bersama Pemda, BPC HIPMI Morowali.
Namun dibalik pemerintahan yang dipimpin Bupati Morowali, ada hal serius yang menjadi penghambat dalam menjalankan program-programnya untuk mencapai visi-misi yang sangat mulai yakni Sejahtera Bersama.
“Salah satunya sekat antara OPD yang harusnya berdampingan, namun yang terjadi bertolak belakang satu sama lain. Adanya beberapa OPD yang belum terbuka untuk berkolaborasi dengan asosiasi maupun lembaga yang harusnya bisa membantu dalam menjalankan program-program Pemda,”tutup Sadhak.
Hits: 234