Orangtua Korban Gadis Disabilitas Dugaan Pemerkosaan di Morowali Keluhkan Lambannya Penanganan Perkara
PROLIFIK.ID – Sudah empat bulan, Asmawati Budia (42) warga Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulteng menunggu kejelasan perkara anaknya R (22) yang telah dilaporkannya di Polres Morowali atas dugaan pemerkosaan yang diduga dilakukan seorang kakek di desa tempat tinggalnya. R sendiri merupakan penderita disabilitas tuna grahita atau cacat intelektual dan mental.
“Sudah sekitar empat bulan laporan anak saya masuk di Polres Morowali, tapi tidak ada juga kejelasan statusnya,”kata Asmawati, Jumat (4/3/2022).
Padahal, sudah ada bukti visum dari Rumah Sakit (RS) yang menjelaskan dugaan pemerkosaan itu. Ia bingung dengan cara kerja Kepolisian karena ingin mencari saksi yang melihat dugaan pemerkosaan anaknya.
“Saya bingung polisi mau kejar apa? Bukti yang bagaimana lagi? Tidak ada yang lihat pemerkosaan itu, kecuali anak saya yang berumur tiga tahun”katanya semakin kesal.
Yang membuat ia makin marah terhadap kinerja penyidik di Polres Morowali, sebelumnya, pihak keluarga korban dan penyidik bertempat di ruang Satreskrim Polres Morowali telah bersepakat bahwa ketika penyidik ke Menui, penyidik akan memeriksa saksi yang diajukan oleh keluarga korban yakni bidan yang pada saat kejadian di kampung memeriksa kondisi R untuk pertamakalinya.
“Tapi, setelah penyidik ke Menui, saksi-saksi yang saya ajukan itu tidak diperiksa. Malah penyidik memeriksa saksi-saksi dari pelaku. Padahal saksi kami saat itu sudah menunggu dan siap untuk diperiksa,”ujarnya Asmawati yang hari itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Asmawati berharap agar Polres Morowali benar-benar serius menangani kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa anaknya. Karena lambannya penyelesaian kasus itu, di kampungnya terus memanas. Ia khawatir akan terjadi masalah baru lagi. Apalagi pelaku belum ditahan.
“Saya ingin agar masalah anak saya bisa terselesaikan dan pelaku bisa ditahan,”katanya.
Sementara saat ditanya bagaimana kondisi R saat ini, Asmawati mengaku anaknya dalam keadaan sehat. Namun terus bertanya kapan laki-laki itu akan dipenjara. R yang walaupun menderita disabilitas, ketika ia ditanya bisa menceritakan dan menirukan semua ucapan dan kejadian saat ia diperkosa kakek tersebut meskipun dengan terbata-bata.
“Ada banyak video anak saya yang di dalamnya saya terus tanyakan kejadian yang menimpanya. Dalam keterangannya tidak berubah-ubah. Dia bahkan bisa peragakan adegan pemerkosaan itu. Dalam keterangan di penyidik, pelaku mengaku hanya mengurut anak saya dan memang itu terjadi. Tapi sebenarnya setelah itu anak saya dia perkosa,”ungkapnya.
Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Kabag Ops Polres Morowali, KOMPOL Awaludin Rahman yang ditemani Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit-PPA) Polres Morowali, Erwin menjelaskan pada dasarnya pihaknya terus melakukan pemeriksaan mencari alat bukti pendukung yang sesuai dengan laporan yang dibuat keluarga korban.
“Jadi untuk status sekarang masih di tahap penyelidikan belum dinaikkan ke tahap penyidikan karena alat buktinya belum cukup,”jelasnya.
Saat ini sudah sekitar tujuh orang yang diperiksa penyidik mulai dari keluarga korban, istri pelaku dan kepala desa. Oleh karena itu dalam waktu dekat penyidik akan melakukan gelar perkara untuk dilihat apakah kasus itu masih membutuhkan pemeriksaan atau memang dinaikkan ke penyidikan. Yang jelas ia menakankan bahwa kasus tersebut tetap akan diproses.
Menurut Awal begitu ia disapa, memecahkan kasus dugaan pemerkosaan gadis disabilitas tersebut termaksud cukup rumit karena saksi utamanya adalah anak-anak yang berusia tiga tahun lebih. Belum lagi, kepolisian harus mencari kebenaran video pemerkosaan sebagaimana laporan korban yang hingga kini belum dapat dibuktikan.
“Kenapa kami tidak memeriksa perawat (saksi milik korban) karena sudah ada bukti visum dari Rumah Sakit. Umumnya pemeriksaan (visum) di Rumah Sakit,”tambah Erwin.
Dijelaskan Awal, saat ini benar bahwa penyidik sudah mengantongi bukti-bukti berupa keterangan korban dan alat visum. Tetapi dalam alat bukti, keterangan korban masuk dalam keterangan yang paling rendah. Sementara, walaupun sudah ada bukti visum yang menerangkan bahwa telah terjadinya kerusakan di kemaluan korban, hal yang harus dikejar adalah siapa pelakunya.
“Apalagi keterangan korban kadang berubah-ubah,”tambah Erwin kembali.
Awal menegaskan pihaknya tidak membela siapa-siapa, tetapi dari kaca mata penyidik ia ingin menggambarkan bahwa dalam bekerja penyidik harus betul-betul meyakinkan bahwa benar telah terjadinya peristiwa itu.
Sementara itu, berkaitan dengan pertanyaan ibu korban mengapa hingga hari ini pelaku tidak pernah ditahan, Awal menjelaskan bahwa penahanan pelaku dilakukan bila sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti yang cukup. Ia khawatir bila kasus itu tergesa-gesa dengan ditahannya pelaku, Kepolisan akan dituntut pra peradilan.
“Yang pasti kami akan tetap mengonfirmasikan perkembangan kasusnya,”tutup Awal. ***
Hits: 158