Menelusuri Jejak Sejarah Islam di Sulteng lewat Mesjid Tua Bungku
PROLIFIK.ID – Mesjid Tua Bungku menjadi salah satu bukti sejarah lahirnya perkembangan agama Islam di Provinsi Sulawesi Tengah. Mesjid itu, hingga kini masih berdiri kokoh.
Mesjid ini terletak di Kelurahan Marsaoleh, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Sekilas bangunan ini tampak sederhana. Hanya berupa bangunan tua dengan kayu-kayu penyanggah besar di dalamnya. Namun, bangunan ini punya nilai sejarah yang tinggi.
Sejarah perkembangan penyebaran Islam di Bungku awalnya dibawa oleh seorang musafir dari tanah Johor semenanjung Malaysia, yakni Syaikh Maulana Ibrahim yang sampai di tanah Bungku sekitar tahun 1470-an.
Ramansyah dalam makalahnya yang berjudul Mesjid Tua dan Istana Raja Bungku (2016), menuliskan dalam pengembaraan Syaikh Maulana Ibrahim menyebarkan Islam. Takdir mempertemukannya dengan dua tokoh kerajaan Bungku di Puncak Bukit Fafontofore. Dari situlah, mereka bersepakat menyebarkan agama Islam di tanah Bungku.
Sangiang Kinambuka, menjadi Raja Bungku pertama yang memeluk agama Islam di wilayah itu. Ia menjadi pemeluk Islam yang taat, dan diikuti oleh masyarakatnya yang berdiam di sekitar Benteng Kerajaan di Desa Bahontobungku.
Mesjid Tua Bungku dibangun sejak tahun 1835. Saat pemerintahan Raja Bungku ke-VII, Muhammad Baba.
Mesjid itu awalnya berada di Benteng Bahotobungku, namun dipindahkan dekat pelabuhan laut ke lokasi yang lebih strategis. Berjarak sekitar 70 meter dari Dermaga Bungku.
Renovasi mesjid memakan waktu selama setahun dan dikerjakan secara gotong-royong oleh masyarakat Bungku.
Merodo adalah arsitek yang mendapat kepercayaan untuk merenovasinya, ia dikenal sebagai Sangaji Tuka, seorang tukang kayu dari One Ete, berdarah bangsawan kesultanan Ternate. Tahun 1836 Masjid ini berdiri dengan megah setelah direnovasi.
Tahun 1936-1937 pada masa pemerintahan Raja Bungku ke-XII Abdurrazak, dilakukan perbaikan dan perluasan yang melibatkan arsitek asal China yang bernama Aweng.
Memiliki Ciri Khas Arsitektur
Sulfandi Nur dan Sandi Suseno, Arkeolog Universitas Halu Oleo dalam penelitiannya yang berjudul Karakteristik Arsitektur Mesjid Tua Bungku di Marsaoleh (2019) menuliskan, Mesjid Bungku Purba memiliki arsitek yang dapat dilihat dari kubahnya di bagian atas dengan lima gaya atap limasan, yang semakin kecil ke atas memiliki makna lima rukun Islam dan lima waktu.
Pada puncak kubah terdapat tiang Alif yang memiliki makna keesaan Allah. Sedangkan di dalam mesjid terdapat empat tiang utama yang didesain berbentuk segi empat, memiliki makna empat sahabat Rasulullah yakni Abubakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib.
Memiliki satu pintu utama, memiliki mihrab dan mimbar, serta memiliki serambi. Adapun kubah mesjid Bungku kuno dipengaruhi oleh Islam di Ternate.
Menara mesjid berdiri 25 meter di atas permukaan tanah dengan luas bangunan mencapai 20×13 meter. Mesjid itu mampu menampung sekitar 100 jamaah.
Tahun 1992 pemerintah menetapkan Situs Masjid Tua sebagai cagar budaya yang dilindungi Undang-undang Nomor 5 tahun 1992.
Pada tahun itu juga dilaksanakan pemugaran oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Juru Pelihara (Jupel) Mesjid Tua Bungku, Fahri, Jumat (24/12/2021) yang juga staf di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Morowali, mesjid tersebut adalah salah satu bukti sejarah perkembangan agama Islam di Sulawesi Tengah.
“Saya bertugas memelihara gedung itu, membersihkannya dan melaporkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo bila ada yang rusak,”terang Fahri.
Diungkapkannya, mesjid ini sudah melalui renovasi berkali-kali. Renovasi terakhir dilakukan bulan Oktober 2021. Renovasi dilakukan jika dibutuhkan.
“Hampir seluruh bagian bangunan ini hasil renovasi, sementara tiga tiang dari total empat tiang di bangunan ini masih asli. Umur mesjid sekitar 186 tahun,”terang Fahri.
Sejarawan Sulawesi Tengah, Dr. Haliadi Sadi, Sabtu (25/12/2021) mengatakan penyebaran Islam di Bungku memerlukan penelitian mendalam sebab selama ini fakta yang dipaparkan baru berupa mitos.
“Awalnya kami menganggap Mesjid Bungku Tua tertua di Sulteng karena dibangun tahun 1835. Namun belakangan kami mendapat data baru, mesjid tertua di Sulteng ada di Tojo Una-una. Mesjidnya dibangun tahun 1812,”jelasnya.
Kini, di lokasi halaman Mesjid Tua berdiri pesantren yang diberi nama Pesantren Mesjid Tua Bungku.
Murid-murid dari sekolah itu berasal dari seluruh wilayah di Indonesia. Mereka tinggal, belajar dan shalat berjamaah berdampingan dengan Mesjid Tua Bungku.
Awalnya, keberadaan pesantren di lokasi itu sempat menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan menginginkan agar di halaman mesjid tidak dibangun bangunan lainnya untuk mempertahankan nilai keasliannya.
Namun, sebagian kalangan mendukung agar pesantren tetap dibangun berdampingan dengan Mesjid Tua Bungku untuk mempertahankan nilai keislamannya.
“Kalau tidak ada anak-anak pesantren, siapa yang akan shalat di mesjid ini. Mereka juga menjaga mesjid selain saya,”tutur Fahri.
Bagaimanapun, situs bersejarah Mesjid Tua Bungku merupakan warisan yang tak ternilai harganya, dan menjadi saksi bisu kebesaran dan kejayaan kerajaan Bungku masa silam. ***
Hits: 93