Petani Rumput Laut di Morowali Laporkan Kades Parilangke ke Polisi
PROLIFIK.ID – Sekitar 20 orang petani asal Desa Parilangke, Kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali, Sulteng melaporkan Kepala Desa (Kades) Parilangke, Rastan di Polres Morowali atas dugaan penggelapan uang ganti rugi rumput laut yang sebelumnya telah disalurkan oleh PT. Baoshua Taman Industri Investmen (BTIIG) yang kini berbubah nama menjadi Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP).
Hal itu dikonfirmasi salah seorang petani rumput laut Kecamatan Bumi Raya, Zainudin Aras, Kamis (26/7/2023). Dijelaskannya, langkah tersebut diambil karena merasa tidak terima dengan jumlah uang ganti rugi yang terkirim di rekeningnya.
“Secara keseluruhan uang ganti rugi rumput laut yang disalurkan perusahaan Rp 5,3 miliar untuk 56 petani rumput laut yang terdampak,”ungkapnya.
Namun, lanjut Zainudin, setelah menerima uang ganti rugi tersebut ia menghitung ada selisih perbedaan yang cukup besar. Di mana yang seharusnya dari hitungan ganti rugi, ia bisa mendapatkan Rp 243.409.000 jika harga bentangan Rp 243.409 dikalikan dengan 1000 bentangan milik Zainudin.
“Tapi yang saya terima Rp 188.400.000. Dengan begitu ada sekitar Rp 50 juta uang yang tidak masuk di rekening saya,”jelasnya.
Saat menyadari adanya perbedaan jumlah uang ia mendatangi langsung kediaman Kades Parilangke. Namun, ia tidak mendapat jawaban yang tepat.
“Yang ada saya hanya baku marah di rumahnya. Saya bilang saya tidak ambil senang. Ini jelas jauh dari jumlah uang ganti rugi yang diberikan perusahaan,”terangnya.
Diakuinya saat penyaluran para petani rumput laut diundang ke kantor desa untuk membicarakan ganti rugi tersebut, namun yang herannya saat rapat kepala desa mengumumkan bahwa setiap petani rumput yang laut yang mendapatkan uang ganti rugi wajib dipotong 10 persen.
“Pada rapat itu banyak yang tidak terima. Termaksud saya. Tapi Kepala Desa bersikeras dan didukung para aparat desa. Ada warga yang menyarankan pemotongan Rp 5 persen. Tapi juga tidak diterima. Katanya kalau ada yang menolak namanya akan dicoret dan tidak akan dikasi rekomendasi dari desa,”ungkapnya yang mengaku tidak punya pilihan selain mengikuti rapat walaupun merasa terintimidasi.
Tidak puas sampai di situ, saat rapat, peserta sempat menanyakan tujuan pemotongan 10 persen itu. Namun jawaban yang diterima sangat tidak masuk akal.
“Saya ini orang tidak tahu apa-apa. Yang saya ingat dia (kades) menjelaskan, potongan 10 persen itu akan dibagi-bagi untuk DPR, Dinas dan pihak kepolisian,”tambah Zainudin lagi.
Lalu entah bagaimana, rapat itu berakhir. Dan seluruh yang hadir termaksud Zainudin pulang dengan berharap-harap bahwa ganti rugi rumput laut dikirim sesuai harapan. Namun karena terjadi keganjilan, ia dan petani lainnya berinisiatif menghitung kembali jumlah uang yang harusnya mereka peroleh.
“Dari hasil hitungan, ditemukan, nyatanya pemotongan dilakukan lebih dari 10 persen yakni mencapai 20 persen lebih. Petani rumput laut awalnya tidak menyadari, nanti saya jelaskan dan kita sama-sama hitung dan baru mereka sadar,”ungkapnya lagi.
Zainudin yang sejak tahun 2013 sudah memulai bertani rumput laut dan bisa membangun warung merasa terbantukan selama bertani rumput laut. Ia terpaksa harus berhenti menjadi petani rumput laut di akhir Desember 2022 karena air laut yang menjadi lokasi tempat rumput lautnya tumbuh, sudah tercemar.
“Saya hanya ingin minta hak saya,”tegasnya.
Sementara itu, Bahar Pemerhati Petani Rumput Luat Desa Parilangke mengaku menyesalkan itu terjadi. Sebab, tidak seharusnya petani rumput laut yang terdampak pembangunan perusahaan dipersulit. Mereka selama ini hidup dari rumput laut dan terpaksa harus berhenti karena kondisi air laut yang tidak memungkinkan lagi untuk ditanam rumput laut seperti sedia kala.
“Pada dasarnya masyarakat mendukung hadirnya perusahaan. Tapi masyarakat yang terdampak tidak harus dipersulit untuk mendapatkan haknya. Harusnya uang itu dibagi saja sama petani rumput laut tanpa ada pemotongan,”ujarnya.
Ia berharap, jika kasus yang sudah dilaporkan ke kepolisian itu agar terang-benderang. Penegak hukum bisa menindak tegas pelaku yang sudah mendzolimi masyarakat.
Sementara itu ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kepala Desa Parilangke, Rastan, ia mengakui tidak berhubungan langsung dengan penyaluran uang ganti rugi tersebut. Karena uang itu disalurkan oleh Ketua dan Bendahara Kelompok Petani Rumput Laut.
“Silahkan ke kantor saja. Nanti kami buka data-datanya (dokumen),”ujarnya.
Tetapi saat ditanya bagaimana soal pemotongan 10 persen yang dipersoalkan petani rumput laut. Jawaban yang sama diberikan bahwa ia tidak berhubungan langsung dengan penyaluran uang tersebut.
“Apa yang ingin saya jawab kalau saya bukan penentu di situ. Karena saya tidak mengetahuinya. Ada ketua kelompok. Saya tidak tahu kalau persoalan uang yang ditransfer karena di sini sudah selesai semua dokumennya,”tandas Rastan yang sebelumnya mengeluarkan nada peringatan agar hati-hati memuat kasus tanpa sepengetahuan mereka karena kepala desa tidak takut dengan wartawan. ***
Hits: 1285